Load more

Makalah KERAJAAN TURKI UTSMANI (PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN)

 
 
 
 BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Dalam sejarah diketahui bahwa islam mengembangkan sayapnya dengan melakukan ekspansi ke negara-negara tetangga. Ekspansi ini bertujuan untuk meperkenalkan Islam dan memajukan Negara-negara yang telah dikuasai.

Islam mengalami kemajuan dan kemunduran, layaknya sebuah roda yang selalu berputar kadang diatas dan kadang berada dibawah. Begitu pun dengan islam, kemajuan kekuasaan Islam yang dicapai pada masa Abbasiyah, dan keruntuhannya ketika diserang bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran. Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah kedalam kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memusuhi. Tidak berhenti di situ, beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol, bahkan Timur Lenk menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.[1]

Dalam suasana infreoritas seperti itu, muncul kesadaran politik umat Islam secara kolektif, kesadaran kolektif ini mengalami kemajuan dengan ditandai oleh berdirinya tiga kerajaan besar, Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani inilah yang paling pertama berdiri dan paling lama bertahan dibandingkan dua lainnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu:
Bagaimana asal-usul terbentuknya kerajaan Turki Usmani?
Bagaimana kemajuan Kerajaan Turki Usmani? 
Bagaimana kemunduran dan kehancuran kerajan Usmani?
___________________________________________________

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kerajaan Usmani
Asal-usul Terbentuknya

Dalam sejarah Islam tercatat yang berhasil didirikan oleh bangsa Turki, yaitu Turki Saljuk Turki Usmani. Berdirinya Turki Usmani setelah hancurnya Turki Saljuq yang telah berkuasa selama kurang lebih 250 tahun (1055- 1300).[2]

Kerajaan ini didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz (ughu) yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Cina, yang kemudian pindah ke Turki, Persia dan Irak. Mereka memeluk Islam kira-kira abad IX atau X, yaitu ketika mereka menetap di Asia tengah. Hal ini karena mereka bertetangga dengan dinasti Samani dan dinasti Ghaznawi, karena tekanan -tekanan bangsa Mongol, mereka mencari perlindungan kepada saudara perempuannya, dinasti Saljuq. Saljuq ketika itu dibawah kekuasaan Sultan Alauddin Kaikobad. Entogrol yang merupakan pimpinan Turki Usmani pada waktu itu berhasil membantu Sultan Saljuq dalam menghadapi Bizantium. Atas jasa inilah ia mendapat penghargaan dari Sultan, berupa sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memiliki Syukud sebagai Ibiu kota.[3] Selain itu Entogrol juga diberikan wewenang untuk memperluas wilayahnya.[4]

Setelah Entogrol meninggal, kedudukannya sebagai pimpinan Turki Usmani digantikan oleh anaknya Usman. Dan setelah itu Saljuq mendapat serangan bangsa Mongol, dinasti ini kemudian terpecah menjadi dinasti-dinasti kecil. Pada saat itulah Usman mengklaim kemerdekaan secara penuh wilayah yang didudukinya, yang semula merupakan pemberian Sultan Saljuq sendiri, sekaligus memproklamasikan berdirinya kerajaan Turki Usmani. Inilah asal mula mengapa kemudian diberikan nama dinasti Usmani. Hal ini berarti bahwa putra Ertogrol inilah dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani.[5] Sebagai penguasa pertama, dalam sejarah ia disebut sebagai Usman I. Usman memerintah pada Tahun 1290 M Sampai 1326 M.
Kerajaan Usmani dan Exspansinya

Sebagai sultan I, Usman lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada usaha-usaha untuk memantapkan kekuasaannya dan melindunginya dari segala macam serangan, khususnya Bizantium yang memang ingin menyerang. Exspansinya dimulai dengan menyerang daerah perbatasan Bizantium sanmenaklukan kota Broessa Tahun 1317 M, dan Broessa dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[6]

Putra Usman, Orkhan, memerintah pada tahun 1326-1360 M.[7] Ia membentuk pasukan yang tangguh kemudian dikenal dengan Inkisyariyah (Jannisary)[8] untuk membentengi kekuasaanya. Basis kesatuan ini berasal dari pemuda-pemuda tawanan perang. Kebijakan kemiliteran ini lebih dikembangkan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I dengan membentuk sejumlah korps atau cabang-cabang yennisary. Pembaharuan secara besar-besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak hanya bentuk perombakan personil pemimpinnya, tetapi juga dalam keanggotaanya. Seluruh pasukan militer dididik dan dilatih dalam asrama militer dengan pembekalan semangat perjuangan Islam. Kekuatan militer Yennisary berhasil mengubah Negara Usmany yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim.[9] Pada masa Orkhan inilah dimulai usaha perluasan wilayah yang lebih agresip dibanding pada masa Usman. Dengan mengandalkan jennisary, Orkhan dapat menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanly (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah ini merupakan bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Usmani.[10]

Ekspansi yang lebih besar lagi terjadi pada masa ini meliputi daerah Balkan, Andrinopel, Mesodonia, Sofia (Bulgaria), dan seluruh wilayah yunani. Andrinopel kemudian dijadikan sebagai ibu kota kerajaan yang baru.

Setelah Murad I tewas dalam pertempura melawan pasukan Kristen, ekspansi berikutnya dilanjutkan oleh putranya Bayazid I. Pada tahun 1391 M. Pasukan Bayazid I apat merebut benteng Philladelpia dan Gramania atau Kirman (Iran). Dengan demikian kerajaan Usmani secara bertahap menjadi suatu kerajaan besar.[11] Suatu hal yang sangat disayangkan bahwa Bayazid I tewas dalam pertempuran melawan timur lenk. Tewasnya bayasid I dan sebagian besar pasukannya melawan hamper seluruh wilaya Usmani jatu ketangan Timur Lenk.

Kerjaan Usmani bangkit kembali pada masa pemerintahan Murad II. Ia digelari Al-Fatih (Sang Penakluk) karena pada masanya ekspansi Islam berlangsung secara besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukkan adalah Konstantinopel pada tahun 1453. Dengan demikian usaha menaklukkan Isalam atas kerajaan Romawi Timur yang dimulai sejak zaman Umar Bin Khattab telah tercapai. Konstantinopel dijadikan ibu kita kerajaan dan namanya diubah menjadi Istanbul (Tahta Isalm). Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilaya lainnya seperti Serbia, Albania dan Hongaria.[12]

Sekalipun Konstatinopel telah jatuh di tangan Usmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun umat Kristen sebagai pendudduk asli daerah tersebut tetap diberikan kebebasan beragama. Bahkan merekadibiarkan memilih ketua-ketua dilantik oleh Sultan.[13]

Setelah Muhammad Al-Fatih meninggal, Ia digantikan Bayazid II.[14] Ia lebih mementingkan kehidupan tasawuf daripada berperang. Kelemahannya di bidang pemerintahan yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Ia tidak ditaati oleh rakyatnya, termasuk putra-putranya. Karena seringnya terjadi perselisihan yang panjang antara dia dan putra-putranya, akhirnya Ia mengundurkan diri dan diganti putranya, Salim I pada tahun 1512 M. Pada masa Sultan Salim I pada tahu 1517 M. Gelar Khalifah yang disandang oleh Al-Mutawakki alaa llah, salah seorang keturunan Banii Abbas yang selamat dari Bangsa mongol tahun 1235 M. dan saat itu berada dalam proteksi makhluk diambil alih oleh Sultan. Engan demikian pada masa Sultan Salim ini para Sultan Usmani menyandang dua gelar, yaitu gelar Sultan dan gelar Khalifah. Sehingga nama Sultan Salim pun mulai disebutkan dalam khutbah-khubah. Selain itu ia pun dalam masa pemerintahannya selama 8 tahun menjadi penguasa dan pelindung 2 buah kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.[15]

Puncak kerajaan Turki Usmani dicapai pada masa pemerintahan Sulaeman I. Ia digelari Al-Qanuni, karena ia berhasil membuat undan-undan yang mengatur masyarakat. Orang, barat menyebunya sebagai Sulaeman yang agung, the magnificien. Ia menyebut dirinya sultan dari segala sultan, raja dari segala raja, pemberian anigra mahkota bagi para raja. Pada masanya wilayahnya meliputi dataran Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga ke Aljazair dan Asia hingga Persia, serta meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut merah, Laut tengah,dan Laut Hitam.

Untuk lebih jelasnya penulis akan menyebutkan priode-priode kesultanan pada masa kerajaan Turki Usmani. Dalam bukunya DR. Syafiq A. Mugani membagi menjadi 5 (Lima) priode yakni priode I pada tahun 1299-1402 M. priode ke II pada tahun 1402-1566 M, priode ke III 1566-1699 M, priode ke IV pada tahun 1699-1839 M dan priode ke V pada tahun 1839-1922 M.[16]

1. Priode pertama, Sultan-sultannya ialah

- Usman I (1299-1326 M.),

- Orkhan (1326-1359 M.),

- Murad I (1359- 1389 M.) dan

- Bayazid I (1389-1402 M.)

2. Priode ke dua, Sultan-sultannya ialah

- Muhammad I (14033-1421 M.),

- Murad II (1421-1451 M.),

- Muhammad II fath (1451-1481 M.),

- Bayazid II (1481-1512 M.),

- Salim II (1512-1520 M.) dan

- Sulaeman I Qanuni (1520-1566 M.)

3. Priode ke tiga, Sultan-sultannya ialah

- Salim II (1566-1699 M.),

- Murad III (1573-1596 M.),

- Muhammad III (1596-1603 M.),

- Ahmad I (1603-1617 M.),

- Mustafa I (1617-1618 M.),

- Usman II (1618-1622M.),

- Mustafa I yang kedua kalinya (1622-1623 M.),

- Murad IV (1623-1640 M.),

- Ibrahim I (1640-1648 M.),

- Muhammad IV (1648-1687 M.),

- Sulaeman III (1687-1691 M.),

- Ahmad II (1691- 1695 M.) dan

- Mustafa II (1695-1703 M.).

4. Priode ke empat, Sultan-sultannya ialah

- Ahmad III (1703-1730 M.),

- Mahmud I (1730-1754 M.),

- Usman III (1754-1757 M.),

- Mustafa III (1757-1774 M.),

- Abdul Hamid I (1774-1788 M.),

- Salim III (1789-1807 M.),

- Mustafa IV (1807-1808 M.) dan

- Mahmud II (1808-1839 M.).

5. Priode ke lima, Sultan-sultannya ialah

- Abdul Majid I (1839-1861 M.),

- Abdul Azis (1861-1876 M.),

- Murad V (1876 M.),

- Abdul Hamid II (1876- 1909 M.),

- Muhammad V (1909- 1918 M.),

- Muhammad VI (1918- 1922 M.) dan

- Abdul Majid II (1922- 1924 M).[17]

Kerajaan Turki Usmani mulai melemah semejak meninggalnya Sulaeman Al Qanuni. Para pemimpin lemah dan pada umumnya tidak berwibawah. Selain itu para pembesar kerajaan hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. Sekalipun demikian serangan Eropa masih terus berlangsung terutama penaklukan terhadap kota Wina di Australia. Usaha penaklukan ini ternyata juga tidak berhasil.

B. Kemajuan-kemajuan Turki Usmani

Perkembangan ekspansi Turki Usmani yang sangat luas diikuti dengan kemajuan-kemajuan diberbagai bidang, seperti:
Bidang kemiliteran dan pemerintahan

Salah satu yang menentukan keberhasilan ekspansi Usmani adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur di mana saja dan kapan saja. Hal ini karena tabiat bangsa Turki sendiri yang bersifat militer berdisiplin dan patuh terhadap aturan.

Selain itu, keberhasilan ekspansinya juga didukung oleh terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-Azham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur). Di bawah gubernur yerdapat al-Awaliyah (bupati).[18]

Untuk mengatur pemerintahan urusan Negara dibentuk undang-undang (qanun) pada masa Sulaeman I, yang disebut Multaqa al- Abhur.[19] Undang-undang ini menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad 19. Undang-undang ini memiliki arati historis yang sangat penting karena merupakan undang-undang pertama di dunia.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Walaupun pengembangan ilmu pengetahuan tidak mendapat perhatian besar Usmani, namun mereka mengembangkan seni arsitektur berupa bangunan Masjid yang indah, misalnya masjid Al-Muhammadi atau masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid agung Sulaeman dan masjid Ayyub al-Ansari, masjid al- Ansari merupakan sebuah masjid yang semula adalah gereja Aya Shopia. Kesemua masjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang indah.[20]

Pada masa Sulaeman banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung-gedung, pemakaman, saluran air, filla dan permandian umum terutama dikota-kota besar. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah kordinator Hojasinan. Seorang arsitek asal Anatolia.[21]

Kemajuan dibidang intelektual pada masa pemerintahan Turki Usmani tidak begitu menonjol, adapun aspek-aspek intelektual yang dicapai yaitu:

a. Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa itu, yaitu berita harian terkini Feka (1831) dan jurnal Tasfiri efkyar (1862) dan terjukani ahfal (1860).

b. Terjadi tranfomasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah (1881) dan perguruan tinggi (1869), juga mendirikan Fakultas kedokteran dan fakultas Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim keprancis untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.[22]
Bidang keagamaan

Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenan memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaruh besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.[23]

Menurut Ajid Tahir dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga Turki Usmani memperoleh kemajuan antara lain :

a. Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa ,

b. Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa,

c. Kepengurusan organisasi yang cakap,

d. Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh,

e. Turki telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil,

f. Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menrik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam,

g. Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah dibandingkan pada masa Bizantium,

h. Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing dan

i. Karena Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad XVI.[24]

C. Kemunduran dan Kehancuran Turki Usmani

Pemerintahan sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman I (1520-1566) merupakan masa pemerintahan terpanjang dibangdingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah Negara besar Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim di bawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul kepermukaan. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan kerajaan ini kepada kesinambungan kekuatan politik seorang Sultan.[25]

Periode keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu : pertama, priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sulatan Salim II (1566-1574) hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki Usmani gagal dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. Kedua, priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan denagn lepasnya wilayah taklukan satu per satu.

Pada abad ke 16 kelompok derfisme[26] telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua.[27] Namun pada prkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka mengkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang.[28]

Dengan mengeploitasi posisinya dimata penguasa terhadap rakyat mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari. Hal ini mengakibatkan membengkaknya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.[29]

Faktor-Faktor penyebab hancurnya Turki Usmani.

Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki Usmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Dalam sejarah lima abad akhir abad ke tiga belas sampai abad ke Sembilan belas Kerajaan Turki Usmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba.

Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.

1. Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi

Ketergantungan sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Pelimpahan wewenan kekuasaan pada perdan menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefelerike tangan pasukan inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani.

2. Kemerosotan kondisi sosial ekonomi

Perubahan mendasar terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri.[30] Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Esentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan Turki Usmani.

3. Munculnya kekuatan Eropa

Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani.[31] Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XVI, ketika masing-masing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan tekhnologi dan mengambil mamfaat dari kelemahan kerajaan Turki Usmani.

Faktor-faktor keruntuhan Kerajaan Turki Usmanin dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: secara internal dan eksternal, secara internal, yaitu:

- Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang berikutnya yang tidak cakap, hilangnya keadilan, merajalelanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan kerajaan Usmani,

- Heterogenitas penduduk dan agama,

- Kehidupan yang istimewa dan bermegahan dan

- Merosotnya perekonomian Negara akibat peperangan Turki mengalami kekalahan.

Secara eksternal, yaitu:

- Timbulnya gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut,

- Terjadinya kemajuan tekhnologi di Baratn, khususnya dalam bidang persenjataan. Sedangkan Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga jika terjadi perang, Turki selalu mengalami kekalahan.[32]

Perang dunia pertama melengkapi proses kehancuran kerajaan Turki Usmani, pada bulan desember 1914, Turki Usmani melibatkan diri dalam perang dunia dan berada di pihak Jerman dan Austria. Bantuan militer dan ekonomi Jerman, kekuatan terhadap kekuatan Rusia serta keinginan keinginan untuk menyelamatkan kendali Turki Usmani menjadi alas an ketelibatan Turki dalam peristiwa tersebut. Pada tahun 1918, aliansi bangsa-bansa Eropa mengalahkan aliansi militer Jerman, Turki dan Austria. Memasuki tahun 1920, kerajaanTurki Usmani kehilangan keseluruhan propinsi yang ada di semenanjung Baalka, Mesir menjadi kemudian Negara protektorat Inggris dan bebas secara total dari kekuasaan kerajaan Turki Usmani.
_______________________________________________

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, pembahasan tentang krajaan Turki Usmani, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Turki Usmani merupakan slah satu kerajaan yang didirikan oleh bangsa Turki setelah runtuhnya kerajaan Turki Saljuq. Entogrol adalah pembuka jalan berdirinya Turki Usmani putranya Usman sebagai proklamator Kerajaan Turki Usmani tahun 1300M. Turki Usmani adalah salah satu dari tiga kerajaan islam yang muncul setelah jatuhnya Baghdad.

2. Kemajuan Turki Usmani dapat dilihat dari bidang kemiliteran dan pemerintahan, terbukti bahwa kekuatan militer Usmani adalah salah satu faktor sangat yang menentukan keberhasilan ekspansi Turki Usmani, kemajuan lain yang dapat dilihat yaitu: kemajuan dalam bidang budaya khususnya bangunan fisik. Di bidang Ilmu pengetahuan kemajuan Usmani tidak begitu menonjol dibandingkan kemajuan di bidang lainnya, sehingga tidak seorang pun ilmuan Islam yang diklaim sebagai produk dari Turki Usmani.

3. Kemunduran dan kehancuran Turki Usmani disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kelemahan para sultan dan sistem birokrasi, kemerosotan ekonomi dan munculnya kekuata Eropa. Peran Turki tidak dapat dikesampingkan, karena dengan luasnya daerah kekuasaan yang membentang dari Asia hingga Eropa dalam rentang waktu yang relatif lama, lebih dari enam abad, maka terjadilah intraksi peradabandengan berbagai wilayah yang berada di bawah kekuasaan Turki dan saling mempengaruhi, sehingga peradaban yang lebih kuat banyak memberikan pengaruh terhadap peradaban yang lebih lemah.
____________________________________________________


DATAR PUSTAKA


Ali, K. A, Study Of Islamic History, Diterjemahkan Oleh Ghufron A. Mas adi, Sejarah Islam: Tarikh Pramodern. ( Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.

Black, Anthony, The History Of Islamic Political Though rom The Prophet To The Present, Dialihbahasakan oleh Abdullah Ali. Jakarta: Jakarta: Seranbi Ilmu Semesta, 2006.

Hitti, Phillip, K. History Of The Arabs ; rom Earliest Times To The Present, Dialihbahasakan oleh Cecep Lukman, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Ibrahim, Hassan, Islamic History And Culture. Dialihbahasakan oleh Djahdan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kot Kembang, 1989.

Mahmudunassir, Islam; Konsepsi Dan Sejarah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

Mughani, Syafik, A, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, Cet. I; Jakarta: Logos, 1997.

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial Politik Dan Budaya Ummat Islam, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri, Sejarah Dan Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Gra indo Persada, 2001.

____________________________________________________
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT. Raja Graindo Persada, 1997), h.129.


[2] Syafik A. Mughani, Sejarah kebudayaan Islam Di Turki, (Cet. I; Jakarta: Logos, 1997), h. 52.
[3] Badri Yatim, op. Cit., h. 130.
[4] K. Ali, A Study of Islamic History, Diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Islam, Tarikh Pramodern, ( Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.361.
[5] Badri Yatim, op. Cit., h. 130.
[6] Syafik A. Mughani, op. Cit., h. 54.
[7] Hassan Ibrahim Hassan, Islamic History And Culture, Diterjemahkan oleh Djahdan Human, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, ( Cet. I; Yogyakarta: 1989), h. 327.
[8] Jannisary artinya organisasi militer baru, yaitu pengawal elite dari pasukan turki yang kemudian dihapuskan pada tahun 1826.
[9] Mahmudunnasir, Islam Konsepsi Dan Sejarahnya, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), h. 376.
[10] Badri Yatim, op. Cit., h. 130-131.
[11] Ibid., h. 141.
[12] Syafik A, Mughani, op. Cit., h. 59-60.
[13] Ibid., h. 59.
[14]Ibid., h. 60.
[15] Hasan Ibrahim Hasan, op.,cit., h. 333.
[16] Syafiq A. Mughani, op. Cit., h. 54.
[17] Ibid. h. 54-66.
[18] Badri Yatim, op. Cit. h.135.
[19] Phillip K. Hitti, History ofThe Arabs; from the Earliest Times To The Present, dialih bahasakan oleh Cecep Lukman, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 911.
[20] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan dunia Isalam, Melacak Akar-Akar Sejarah Sosial, Politik an Budaya Islam, (Jakarata: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.185.
[21] Badri yatim op cit. h. 136.
[22] Ajid Tahir , op. cit. h.187-188
[23] Badri Yatim, op. cit., h. 137.
[24] Ajid Thahir, op. cit. h. 189-190.
[25] Syafik A.Mughani, op. cit. h.93.
[26] Derfisme merpakan sistem rekrutmen dan pelatihan dari pada keluarga penguasa ( ruling class) sebelum mereke menjadi pejabat dikerajaan Turki Usamni
[27] Syafiq A. Mughani, op. cit. h. 93.
[28] Ibid., h. 94.
[29] Ibid., h. 95.
[30] Ibid., h. 104.
[31] Ibid., h. 112.
[32] Ajid Thahir, op. cit., h. i91-192.

8 komentar: